Kamis, 07 Mei 2015

Ulasan Puisi “Karangan Bunga”



Jeritan Mahasiswa
Tahun 1966
Oleh Renny Dwi Astutik
Judul puisi       : Karangan Bunga
Penulis             : Taufiq Ismail
Tahun              : 1966
                                                                                                
Unsur Intrinsik Puisi Karangan Bunga Tema puisi “Karangan Bunga” karya Taufiq Ismail adalah kepahlawanan. Bukti : “Ini dari kami bertiga Pita hitam pada karangan bunga Sebab kami ikut berduka Bagi kakak yang ditembak mati Siang tadi.”  Puisi yang berjudul Karangan Bunga karya Taufiq Ismail bercerita tentang belasungkawanya Taufiq Ismail terhadap kepergian salah satu mahasiswa kedokteran Universitas Indonesia yang bernama Arif Hakim Rahman. Amanat yang dapat kita ambil yaitu ingatlah jasa-jasa para pahlawan yang rela berkorban demi negara ini, tidak berputus asa seperti pengorbanan pahlawan kita yang telah gugur dan kita harus lebih semangat lagi. Gaya bahasa yang digunakan dalam puisi tersebut biasa. Namun, Diksi atau pilihan kata yang digunakan tidak mudah difahami oleh pembaca. Karena pembaca harus terlebih dahulu mengetahui latar belakang puisi yang berjudul “Karangan Bunga”. Selain itu  puisi majas yang digunakan dalam puisi ini adalah majas perbandingan/asosiasi. Hal ini terlihat pada bait pertama baris pertama “tiga anak kecil” yang menggambarkan tiga tuntutan rakyat (Tritura). Juga terdapat pada judul puisi itu sendiri serta pada bait kedua baris kedua. Hampir semua kalimat dalam puisi ini menggunakan majas asosiasi.Puisi ini menggunakan sajak bebas. Tipografi puisi tersebut kurang menarik karena hanya berbentuk baris, tidak tersusun perbait.

A.    Biografi singkat Taufiq Ismail
Taufiq Ismail lahir di Bukittinggi, 25 Juni 1935. Masa kanak-kanak sebelum sekolah dilalui di Pekalongan. Ia pertama masuk sekolah rakyat di Solo. Selanjutnya, ia berpindah ke Semarang, Salatiga, dan menamatkan sekolah rakyat di Yogya. Ia masuk SMP di Bukittinggi, SMA di Bogor, dan kembali ke Pekalongan. Pada tahun 1956--1957 ia memenangkan beasiswa American Field Service Interntional School guna mengikuti Whitefish Bay High School di Milwaukee, Wisconsin, AS, angkatan pertama dari Indonesia.
Ia melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan, Universitas Indonesia (sekarang IPB), dan tamat pada tahun1963. Pada tahun 1971--1972 dan 1991--1992 ia mengikuti International Writing Program, University of Iowa, Iowa City, Amerika Serikat. Ia juga belajar pada Faculty of Languange and Literature, American University in Cairo, Mesir, pada tahun 1993. Karena pecah Perang Teluk, Taufiq pulang ke Indonesia sebelum selesai studi bahasanya. Semasa mahasiswa Taufiq Ismail aktif dalam berbagai kegiatan. Tercatat, ia pernah menjadi Ketua Senat Mahasiswa FKHP UI (1960--1961) dan Wakil Ketua Dewan Mahasiswa (1960--1962).
Ia pernah mengajar sebagai guru bahasa di SMA Regina Pacis, Bogor (1963-1965), guru Ilmu Pengantar Peternakan di Pesantren Darul Fallah, Ciampea (1962), dan asisten dosen Manajemen Peternakan Fakultas Peternakan, Universitas Indonesia Bogor dan IPB (1961-1964). Karena menandatangani Manifes Kebudayaan, yang dinyatakan terlarang oleh Presiden Soekarno, ia batal dikirim untuk studi lanjutan ke Universitas Kentucky dan Florida. Ia kemudian dipecat sebagai pegawai negeri pada tahun 1964.
Taufiq menjadi kolumnis Harian KAMI pada tahun 1966-1970. Kemudian, Taufiq bersama Mochtar Lubis, P.K. Oyong, Zaini, dan Arief Budiman mendirikan Yayasan Indonesia, yang kemudian juga melahirkan majalah sastra Horison (1966). Sampai sekarang ini ia memimpin majalah itu.

Taufiq merupakan salah seorang pendiri Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), Taman Ismail Marzuki (TIM), dan Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ) (1968). Di ketiga lembaga itu Taufiq mendapat berbagai tugas, yaitu Sekretaris Pelaksana DKJ, Pj. Direktur TIM, dan Rektor LPKJ (1968--1978). Setelah berhenti dari tugas itu, Taufiq bekerja di perusahaan swasta, sebagai Manajer Hubungan Luar PT Unilever Indonesia (1978-1990).
Pada tahun 1993 Taufiq diundang menjadi pengarang tamu di Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur, Malaysia. Sebagai penyair, Taufiq telah membacakan puisinya di berbagai tempat, baik di luar negeri maupun di dalam negeri. Dalam setiap peristiwa yang bersejarah di Indonesia Taufiq selalu tampil dengan membacakan puisi-puisinya, seperti jatuhnya Rezim Soeharto, peristiwa Trisakti, dan peristiwa Pengeboman Bali.

Hasil karya Taufik Ismail antara lain:

1. Tirani, Birpen KAMI Pusat (1966)
2. Benteng, Litera ( 1966)
3. Buku Tamu Musium Perjuangan, Dewan Kesenian Jakarta (buklet baca puisi) (1972)
4. Sajak Ladang Jagung, Pustaka Jaya (1974)
5. Puisi-puisi Langit, Yayasan Ananda (buklet baca puisi) (1990)
6. Prahara Budaya (bersama D.S. Moeljanto), Mizan (1995)
7. Ketika Kata Ketika Warna (editor bersama Sutardji Calzoum Bachri, Hamid Jabbar, Amri Yahya, dan Agus Dermawan, antologi puisi 50 penyair dan repoduksi lukisan 50 pelukis, dua bahasa, memperingati ulangtahun ke-50 RI), Yayasan Ananda (1995)
8. Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, Yayasan Ananda (1998)

Beberapa Karya terjemahan:
1. Banjour Tristesse (terjemahan novel karya Francoise Sagan, 1960)
2. Cerita tentang Atom (terjemahan karya Mau Freeman, 1962)
3. Membangun Kembali Pikiran Agama dalam Islam (dari buku The Reconstruction of Religious Thought in Islam, M. Iqbal (bersama Ali Audah dan Goenawan Mohamad), Tintamas (1964)
.
Atas kerja sama dengan musisi sejak 1974, terutama dengan Himpunan Musik Bimbo (Hardjakusumah bersaudara), Chrisye, Ian Antono, dan Ucok Harahap, Taufiq telah menghasilkan sebanyak 75 lagu.
Ia pernah mewakili Indonesia baca puisi dan festival sastra di 24 kota di Asia, Amerika, Australia, Eropa, dan Afrika sejak 1970. Puisinya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa, Sunda, Bali, Inggris, Prancis, Jerman, Rusia, dan Cina.



C.    Kelebihan dan kekurangan
Kelebihan :
1.      Menumbuhkan rasa semangat pembaca untuk lebih cinta kepada tanah air.
2.      Kata – kata yang digunakan sangat menyentuh hati para pembaca.

Kekurangan :
1.      Sajak yang digunakan tidak beraturan sehingga kurang menarik minat pembaca.
2.      Bahasanya tidak mudah difahami jika tidak mengetahui latar belakang puisi tersebut.

D.    Kesimpulan
Dalam puisi  “Karangan Bunga” dapat disimpulkan makna dari puisi ini adalah rasa kepedulian anak kecil terhadap seseorang yang tertembak mati. Dapat di ambil makna bahwa anak kecilpun mempunyai rasa kepedulian terhadap orang lain.Ini menunjukkan untuk orang yang lebih dewasa agar bisa seperti mereka.
.



1 komentar: